TEMPO.CO, Jakarta - Para korban penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kompak mendesak revisi terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 itu. Berkumpul di acara "Mimbar Bebas Represi" yang digelar koalisi masyarakat sipil, mereka juga menceritakan kembali dampak pemidanaan dengan UU ITE yang mereka alami.
Baiq Nuril, korban UU ITE yang dilaporkan karena merekam dugaan pelecehan seksual oleh atasannya, berharap UU ITE betul-betul direvisi. Nuril mengatakan sangat tak menyenangkan menjadi korban UU ITE seperti yang dia alami.
"Butuh perjuangan untuk membuktikan kita tidak bersalah. Mencari keadilan itu sangat butuh pengorbanan," kata Nuril, Sabtu, 20 Februari 2021.
Nuril mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah permohonan peninjauan kembali (PK) yang dia ajukan ditolak Mahkamah Agung. Nuril, yang kasusnya bergulir mulai 2017 mendapat perhatian dan dukungan luas dari publik.
Komika Muhadkly Acho menilai pasal-pasal karet UU ITE sangatlah bermasalah. Ia menganggap pemerintah tak cukup hanya membuat pedoman interpretasi. Menurut Acho, langkah membuat pedoman interpretasi adalah upaya jalan di tempat.
"Kalau ada UU yang sebegitu luasnya bisa menimbulkan interpretasi berbeda, pilihannya cuma dua, pasalnya memang karet atau harus enggak ada," kata Acho.
Pada 2017, Acho dilaporkan ke polisi setelah menulis kekecewaannya membeli Apartemen Green Pramuka di blog pribadinya. Pelapor adalah kuasa hukum dari pihak pengembang.